Sabtu, 16 Oktober 2010

my story

                                           ternyata

        Rara, Itulah panggilan akrabku sehari-hari. Teman-temanku biasa memanggilku begitu. Di sekolah aku mempunyai empat sahabat yang sangat aku sayangi. Dia adalah Rena, Sarah, Kia dan Dina. Aku selalu bersama di sekolah, terlebih lagi kita ada dalam satu kelas yang sama. Hari demi hari selalu kita lewati bersama, walaupun terkadang kesalahpahaman selalu terjadi antara kita. Suka duka pun kita lewati bersama dan disinilah aku merasakan kehangatan dan kasih sayang dari sahabatku.
            Suatu hari Rena, sahabatku mengenalkanku pada teman dirumahnya yang bernama Dhika. Dia adalah teman baik Rena di komplek rumahnya.
            “Ra, ada temanku yang ingin berkenalan denganmu.” Ucap Rena
            “Siapa ?.” Tanyaku
            “Dia temanku dirumah, namanya Dhika. Dia ingin berkenalan denganmu.” Jelas Rena
            “Dari mana dia mengenalku ?, kenapa dia bisa tahu tentang aku ?.” Tanyaku penasaran
            “Dia melihat fotomu di handphoneku Ra, dan sepertinya dia tertarik padamu ?!. Dia meminta nomor telefonmu Ra, boleh aku memberikannya ?.” Tanyanya padaku
            “Boleh saja, asal dia bukan orang yang suka macam-macam.”
            “Oke kalau begitu.” Ucap Rena
            Akhirnya Rena pun memberikan nomor telefonku pada temannya, Dhika. Aku pikir, tidak ada salahnya mencoba membuka hatiku untuk orang lain. Tidak ada gunanya juga mengharapkan sesuatu yang tak mungkin kita dapatkan.
            Beberapa hari kemudian, Dhika baru menghubungiku, dan dari situlah kita mulai mengenal satu sama lain. Lucunya, aku baru tahu kalau Dhika adalah kakak kelasku juga yang baru lulus tahun lalu. Anehnya, aku tak pernah sekalipun melihatnya di sekolah.
            Hampir setiap hari kita menyempatkan diri untuk selalu berkomunikasi melalui pesan singkat. Aku sangat senang bisa mengenalnya. Dia adalah seorang yang pengertian dan dewasa. Dhika begitu perhatian padaku, aku begitu nyaman bisa dekat dengannya, walaupun saat itu aku belum pernah sekalipun bertemu dengannya.
            Sampai suatu hari, Rena mengajakku untuk mengerjakan tugas bersama dirumahnya. Tanpa aku duga, ternyata Rena telah merencanakan sesuatu untuk mempertemukanku dengan Dhika. Pada saat itu pula, Dhika datang dan menghampiri tempat kami berkumpul.
            “Hai.” Sapanya pada kami berdua
Dengan semangat Rena mengenalkan Dhika padaku.
            “Ra, ini dia temanku yang bernama Dhika.” Jelas Rena
            “Hai Ka.” Ucapku malu-malu
            Dari situ kita mulai bisa berkomunikasi langsung dan sempat juga Dhika melemparkan candanya padaku. Saat itu, Rena tiba-tiba meninggalkanku berdua begitu saja dengan Dhika. Walaupun terasa masih canggung dan malu-malu, aku mencoba untuk tetap bersikap baik padanya. Dia sangat manis dengan semua candanya itu. Ini adalah kali pertama aku bertemu Dhika secara langsung.
            Sejak saat itu, hubungan kami semakin dekat dan kami lebih terbuka lagi dari sebelumnya. Dan rasa canggungku saat itu mulai hilang secara perlahan. Beberapa minggu setelah itu, Dhika mengajakku bertemu kembali bersama teman-teman dirumahnya yang juga teman baik Rena sahabatku. Mereka adalah teman yang asyik diajak bermain. Disana, Dhika tiba-tiba mengajakku bicara berdua dan terpisah dengan teman-temannya. Kita sempat terdiam satu sama lain, tetapi tak lama dari situ, Dhika tiba-tiba mengungkapkan sesuatu yang membuatku terkejut.
            “Iya.”
Hanya satu kata itulah yang dapat aku ucapkan saat Dhika, teman baruku itu menanyakan suatu hal padaku.
            “Sebenarnya dari dulu aku udah sayang kamu, kamu mau buka hati kamu buat aku ?.” aku hanya bisa tersipu malu sambil mengatakan jawaban itu.
            Dhika terlihat begitu sumringah. Sambil memegang kedua tanganku, ia kegirangan sendiri seperti orang yang mendapatkan juara pertama dalam sebuah lomba. Duduk berdua dibawah pohon rindang di sore hari, bersama teman lelaki yang baru aku kenal selama dua bulan adalah hal baru bagiku. Hari itu takkan pernah aku lupakan. Walaupun terhitung cepat, entah kenapa aku begitu yakin bahwa Dhika adalah orang yang bisa mengerti hatiku dan membuatku lepas dari rasa menyesal yang terus menghantui pikiranku selama ini.
Dulu seseorang begitu menyayangiku, tapi aku tak pernah sekalipun meresponnya sampai suatu hari saat ia pergi, aku baru menyadari kalau aku pun menyayanginya. Hanya rasa sesal yang tersisa saat itu, sampai aku begitu menutup hatiku untuk orang lain. Karena aku telah berjanji pada diriku sendiri, aku tak boleh jatuh cinta pada orang lain sebelum Putra, orang di masalalu ku itu memaafkanku. Tapi, kehadiran Dhika membuatku berubah pikiran. Karena dialah orang pertama yang membuatku mengingkari janjiku sendiri.
            “Akhirnya aku bisa juga bangkit dari masalalu ku setelah selama empat tahun ini aku terpuruk dalam cinta yang tak pernah tersampaikan.” Pikirku dalam hati
            Hari itu adalah hari yang paling bersejarah dalam hidupku, dan aku takkan pernah melupakan semua yang terjadi pada hari itu. Ini adalah pertama kalinya aku mempunyai seorang pacar. Benar-benar tak pernah terbayangkan sebelumnya olehku. Hari-hariku berubah total dan aku merasa hidupku lebih berwarna dari sebelumnya. Kebahagiaanku bertambah saat orang tuaku untuk pertama kalinya memberikan izin padaku.
            “Boleh yah Bu, aku janji takkan macam-macam. Aku juga menerimanya karena aku pikir dia bisa memberi semangat dalam belajarku, aku menjadikan ini semua sebagai motivasi belajarku. Aku janji takkan menyalahgunakan kesempatan ini untuk macam-macam.” Rayuku pada ibu untuk meyakinkannya bahwa aku bisa menjaga diriku dan memilih baik buruknya sesuatu.
“Ya sudah, Ibu izinkan kamu. Tapi janji, jangan lupa diri dan lupa waktu. Dan ingat, prestasimu disekolah harus meningkat. Dengan itu Ibu baru bisa percaya dengan keputusanmu.” Jawab Ibuku
            “Baik !. Aku janji.” Jawabku dengan gembira
            Bahagia. Hanya satu kata itulah yang dapat aku ungkapkan saat itu. Akhirnya aku merasakan bagaimana rasanya memiliki seseorang yang selalu ada saat kita membutuhkan dan selalu bisa mengembalikan senyumku saat senyumku hilang. Seseorang yang selalu mengisi hatiku. Hari-hariku kini begitu berbeda, Dhika begitu perhatian padaku. Walaupun aku merasa dia sedikit mengekangku selama ini. Tapi biarlah, yang penting dia ada untukku.
            Beberapa bulan kami berdua menjalin sebuah hubungan yang baik. Tapi entah kenapa tiba-tiba aku mulai merasakan ada sesuatu yang berbeda yang ditunjukkan Dhika dari biasanya. Entah kenapa, makin hari dia semakin sibuk dengan kegiatannya sendiri. Dia selalu menunjukkan bahwa dirinya adalah orang sibuk yang selalu dipadati dengan pekerjaan sekolahnya.
Semua itu terus berlanjut, bahkan semakin hari Dhika semakin jarang menghubungiku. Sampai puncaknya,dia tak pernah menghubungiku sama sekali. Aku coba menghubunginya terlebih dulu, namun tak pernah ia respon. Dhika yang sekarang adalah kebalikan dari Dhika yang dulu. Dia sangat berbeda dari sebelumnya. Aku selalu mencoba sabar dan selalu berfikir positif kalau dia memang benar-benar sibuk.
            “Mungkin memang tugas sekolahnya sedang menumpuk, jadi dia tak ada waktu untukku. Biar sajalah, mungkin nanti dia akan menghubungiku kembali, aku takut mengganggu pekerjaannya.” Pikirku untuk meyakinkan hatiku sendiri
            Namun setelah aku tunggu beberapa hari, Dhika tak kunjung menghubungiku. Akhirnya aku coba kembali untuk menghubunginya. Dalam pesan singkat dia hanya mengatakan,
            “Maaf ya Ra, untuk seminggu ini aku tak bisa menghubungi kamu, ada sesuatu yang harus aku kerjakan.” Jelasnya
            Aku pun mengalah dan mencoba untuk tetap bersabar. Namun aku hanya manusia biasa yang tak bisa untuk selalu sabar. Entah kenapa aku terpikir untuk mengakhiri ini semua. Aku tak bisa jika semuanya harus berjalan seperti ini. Selalu kepentingan pribadinya yang ia prioritaskan, tanpa memikirkan perasaan orang lain. Ternyata dia adalah orang yang egois. Aku bicarakan semuanya pada Rena, dan Rena membantuku meminta penjelasan pada Dhika. Tapi dengan lantang Dhika malah menuduh Rena sebagai orang yang selalu ikut campur dalam urusan orang lain. Aku tak menyangka Dhika bisa sampai sekasar itu.
            Sampai suatu hari, teman Dhika mengatakan kalau sebenarnya selama ini Dhika memiliki hubungan khusus dengan mantannya, Dinda. Begitu tersayat hatiku mendengarnya, aku disini menunggunya, tapi dia malah asyik dengan mantannya itu.
            Aku menjadi sangat down saat itu, tapi untungnya keempat sahabatku selalu bisa menghiburku. Walaupun sebenarnya setiap hari hanya menangis yang bisa aku lakukan. Sampai akhirnya aku benar-benar memutuskan untuk mengakhiri semuanya lewat pesan singkat, dan anehnya Dhika membalas pesan dariku, tidak seperti biasanya. Dhika ternyata menerima keputusanku itu. Sungguh sebuah kenyataan yang sulit aku terima. Karena sebenarnya aku melalukan itu untuk mengetahui bagaimana responnya, tapi ternyata dia setuju dengan keputusanku itu.
            Mungkin ini pelajaran untukku agar lebih dewasa dan berpikir panjang dalam memutuskan sesuatu. Kita memang harus selalu berpikir positif dalam menghadapi masalah. Aku yakin pasti ada hikmah disetiap kejadian yang ada. Awalnya mungkin memang berat menghadapi semua ini, sampai-sampai membuatku terlihat berbeda di depan teman-temanku. Aku lebih pendiam, dan lebih sering termenung. Aku pikir Dhika benar-benar seperti yang aku inginkan selama ini, tapi ternyata tidak semua yang kita inginkan bisa kita dapatkan, dan tidak selamanya yang kita punya bisa selamanya kita miliki.
Setelah aku pikir-pikir, tak ada gunanya terus menerus tenggelam dalam kesedihan. Dhika pernah bilang, waktu itu berputar dan segala sesuatu atau keadaan bisa berubah karena waktu. Mungkin itu sudah benar-benar meyakinkanku bahwa bagi Dhika, sayang itu bisa hilang seiring waktu berjalan.
            “Terkadang kita harus bisa merelakan orang yang kita sayang untuk pergi dari samping kita, walaupun sesungguhnya kita tak ingin melakukan itu. Karena kita sadar, dia ada bukan untuk kita dan dia akan lebih bahagia tanpa kehadiran kita disampingnya. Kita tak dapat memaksakan perasaan seseorang untuk selalu menyayangi kita, karena dia pun tak dapat terus membohongi perasaannya bahwa dia tak lagi menyayangi kita. Cinta tak harus memiliki.” Renungku
            Aku sadar, Dhika bahagia bukan karenaku, melainkan karena orang dimasalalunya itu. Aku rela jika itu membuatnya bahagia, meskipun aku harus menahan perih ini sendirian. Tapi kenapa setiap aku dengan tulus menyayangi seseorang, orang itu selalu menjatuhkanku. Dia hilang saat aku membutuhkannya. Dan ternyata untuk kedua kalinya Dhika membuatku merasakan luka itu. Bahkan lebih dalam dari sebelumnya. Sekarang, hanya rasa kecewa dan sakit hati yang tersisa.
12 Maret 2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar