Sabtu, 16 Oktober 2010

my story part.2


ternyata
Part. 2

Semenjak keputusan kami untuk mengakhiri semuanya, aku dan Dhika tak pernah lagi berkomunikasi. Sekitar kurang lebih sebulan lamanya kami berdua lost contact, tapi tiba-tiba Dhika kembali menghubungiku dan kami berdua mencoba untuk tidak selalu mempermasalahkan semuanya lagi, karena Dhika tak pernah mau memberitahuku tentang semua yang pernah terjadi antara kami berdua.
Walaupun sebenarnya dalam hatiku masih tersimpan seribu pertanyaan yang ingin aku tanyakan pada Dhika, tapi nyaliku tak pernah ada untuk melakukan semua itu. Tapi sudahlah, yang penting hubunganku dengan Dhika tak seburuk dulu. Sejak saat itu aku mencoba untuk terlihat biasa didepan Dhika, aku tak ingin memperlihatkan bahwa sebenarnya aku tak ingin ia pergi. Aku tak ingin terlihat lemah dihadapannya.
Saat itu, seseorang masuk dalam hidupku. Setidaknya dia bisa menghiburku dari sakit hati yang tengah aku rasakan, dan menghilangkan kesedihan yang ada pada hatiku. Dia memang datang tepat saat aku membutuhkan seseorang yang bisa menghiburku.
Dia adalah Fadhil. Kakak kelasku yang menjadi salah satu murid populer yang ada di sekolah. Dia tampan, keren, anak basket, dan dia juga salah satu anggota perkumpulan anak-anak yang cukup populer di sekolah. Jadi tak heran banyak sekali siswa perempuan yang mengaguminya.
Aku tak menyangka seorang Fadhil akan tertarik padaku yang hanya murid biasa yang tak dikenal sama sekali. Temanku Adit yang juga salah satu anggota perkumpulan yang sama dengan Fadhil akhirnya mengenalkanku pada lelaki keren itu. Dan dari situlah aku mulai dekat dengan Fadhil. Dia menarik, dan tentu aku bangga bisa mengenalnya lebih dekat. Karena tidak semua orang bisa mendapatkan kesempatan seperti itu.
Aku senang bisa mengenal Fadhil, dan sebenarnya aku sudah tahu apa maksud dia mendekatiku. Tapi entah mengapa, Dhika tak pernah bisa menghilang dari pikiranku. Dia selalu hadir saat aku ingin mencoba membuka hatiku untuk Fadhil. Sebenarnya aku merasa bersalah pada Fadhil karena aku sepertinya telah memberinya harapan kosong. Aku tak ingin jika harus membuat Fadhil semakin sakit hati jika sampai dia tahu kalau dihatiku masih tersimpan rasa untuk Dhika.
Dan akhirnya aku memutuskan untuk menjauh dari Fadhil karena aku tak ingin terus menyakitinya. Namun kehadiran Fadhil yang hanya sesaat dalam hidupku itu akan tetap berkesan dalam hatiku. Dan aku juga tak tahu apakah suatu saat nanti perasaanku pada Fadhil akan berubah atau tidak.
Semenjak itu, hubunganku dan Dhika kembali dekat, dan semakin lama aku semakin tak bisa menyembunyikan rasa sayangku yang kembali muncul dengan sendirinya. Kini perhatian Dhika kembali muncul dan dia kembali menunjukkan semuanya seperti saat pertama kami bertemu.
Semakin hari hubunganku dengan Dhika semakin dekat, bahkan lebih dekat dari hanya sekedar berteman. Semuanya berjalan begitu saja tanpa direncanakan, berjalan seiring waktu berputar. Bahkan teman-temanku heran kenapa aku masih saja bisa berbaik hati kepada Dhika setelah semua yang pernah Dhika lakukan padaku. Jangankan mereka, aku sediripun tak tahu kenapa aku masih saja terbuai dengan semua perhatiannya yang dia berikan untukku.
Hubungan Tanpa Status. Mungkin memang itulah yang pantas menggambarkan hubunganku dengan Dhika yang saat itu begitu dekat tanpa ada sedikitpun kepastian tentang hubungan kami berdua. Bahkan semuanya terlihat biasa seperti sebuah pasangan yang menjalin hubungan, padahal aku dan Dhika sama sekali tidak terikat dalam sebuah hubungan. Tapi entah mengapa, aku merasa Dhika milikku. Dhika sendiri pun selalu marah jika aku mengungkit-ungkit tentang lelaki lain. Seperti dua orang anak yang baru beranjak dewasa yang menjalin hubungan “Cinta Monyet”.
4 bulan sudah setelah aku memutuskan untuk menyerah dengan hubunganku atas Dhika, aku merasa akan ada cerita lama yang kembali terukir. Hari itu adalah hari ulang tahunku, aku pikir Dhika lupa jika itu hari ulang tahunku, tapi ternyata dia tak melupakan itu.
Malam hari setelah seharian aku menunggu sms dari Dhika, akhirnya dia menghubungiku dan mengatakan, “Happy birthday sayang..  wish u all the best.. kk pengen jadi orang terakhir yang ngucapin selamat ulang tahun buat kamu, karena kk harap kk bisa jadi cowo terakhir yang ada dihati kamu.. love you..”. sungguh sesuatu yang istimewa, aku tak pernah menduga dia akan berkata seperti itu.
Semuanya berlalu begitu cepat, nanti malam adalah malam tahun baru, dan aku sudah berencana akan merayakan tahun baru bersama Dhika. Dia berjanji akan memberikan kado ulang tahunku dengan sesuatu yang berbeda. Janji Dhika itu membuatku begitu penasaran, apa ya yang kira-kira akan dia berikan untukku nanti ?. “Sudahlah, jangan terlalu dipikirkan, nanti juga tahu sendiri.” Kalimat yang keluar dari mulut Dhika itu membuatku tambah penasaran lagi.
Dhika menjemputku ke rumah setelah shalat isya. Waw, itu adalah kali pertamanya aku bertemu kembali dengan Dhika. Kangen juga melihat wajahnya yang hitam manis dan pipinya yang cubby. Bahagia sekali bisa bertemu kembali dengan Dhika, senyum manis yang selalu ia berikan untukku membuatku begitu tersipu malu. Aku tak pernah menyangka jika hubunganku dengan Dhika akan kembali pulih, bahkan jauh dari yang aku kira sebelumnya.
Akhirnya aku dan Dhika pamitan untuk sekedar keliling-keliling kota menikmati hangatnya tahun baru. Tak pernah sekalipun aku diizinkan orang tuaku untuk keluar rumah malam hari. Bersama teman perempuan pun tak pernah aku mendapatkan izin. Tapi kali ini aku juga heran kenapa mereka berbaik hati memberikan izin padaku untuk keluar rumah malam hari, bahkan hanya berdua bersama seorang teman lelaki.
Kami berdua menyempatkan diri untuk kumpul sejenak bersama teman-teman Dhika di komplek rumahnya, tapi tak lama dari situ kami berdua berpisah dengan yang lain dan melanjutkan tahun baru berdua.
Sejak tadi pergi, Dhika sudah bilang jika dia lapar, maka dari itu akhirnya aku mengantarkan Dhika mencari makan disekitar pinggir jalan. Namun sepertinya kami berdua kurang beruntung, tempat-tempat makan sudah dipadati orang-orang yang juga sedang merayakan tahun baru. Tapi untungnya setelah sekitar setengah jam kami keliling untuk mencari tempat makan akhirnya ada juga tempat makan yang kosong. Walaupun hanya sekedar sate, yang penting Dhika kenyang dan tidak berlagak lagi layaknya orang yang kelaparan.
Disitu dia tiba-tiba membicarakan sesuatu yang benar-benar akan menjadi kenangan terpahit aku bersamanya. Dia tiba-tiba mengemukakan apa yang sebenarnya menjadi alasannya menggantungku saat itu. Dan satu-satunya alasan yang membuatnya melakukan semua itu padaku adalah “DINDA”, mantannya sendiri.
Siapa yang tak sakit hati mendengar pengakuan dari seseorang yang kita sayang saat dia mengakui lebih memilih orang di masalalunya daripada kita yang sudah jelas adalah pacarnya sendiri. Dhika mengakui bahwa saat itu dia menghilang dariku karena dia tergoda oleh rayuan teman-temannya yang menyuruhnya untuk kembali bersama Dinda.
Malam itu takkan pernah aku lupakan, malam yang aku harapkan dapat menjadi malam terindahku bersama Dhika ternyata malah menjadi mimpi burukku yang menjadi kenyataan. Hal yang selama ini aku takutkan terjadi dalam hubunganku dengan Dhika ternyata benar-benar menjadi kenyataan.
Padahal sebelumnya Dhika telah mengatakan bahwa malam itu dia akan memberiku hadiah ulang tahun, dan ini yang Dhika berikan ?, sungguh sebuah hadiah ulang tahun yang akan selalu terkenang dalam benakku. Aku pikir dia akan memberikan sesuatu yang istimewa, tapi ternyata semua itu salah. Aku tak bisa berbuat apa-apa, bahkan hanya untuk mengungkapkan kekecewaanku saja aku tak bisa.
Kini aku bukan sipa-siapa Dhika lagi, jadi aku pikir aku tak berhak untuk memarahinya. Aku hanya bisa menunggunya apakah masih ada sesuatu yang akan dia berikan untukku, yang akan menjadi hadiah ulang tahunku. Tapi sayangnya dugaanku kembali salah, sampai Dhika mengantarkanku pulang pun ia tak membahas apapun lagi selain pengakuannya tadi saat di tempat makan sate. Huh, hanya kecewa yang lagi-lagi aku rasakan untuk kesekian kalinya.
Keesokan harinya, aku hanya bisa mengungkapkan kekecewaanku itu lewat status di sebuah jaring sosial. Dan tanpa aku duga Dhika membaca tulisanku itu. Dia langsung menghubungiku dan dia langsung menjelaskan semuanya. Dhika terlihat begitu putus asa bisa kembali lagi bersamaku, aku sendiri tak tahu mengapa aku tak punya sedikit pun rasa simpatik atau sekedar kasihan dengan sikapnya yang begitu memelas.
Mungkin karena rasa kecewaku yang sekarang jauh lebih dalam dari sebelumnya dan rasa sakit hatiku pada Dhika yang semakin menjadi. Aku hanya mengatakan padanya, kalau aku akan memberinya kesempatan untuk kedua kalinya asalkan dia bisa merubah semua sikap buruknya.
Tak lama setelah aku mengatakan pernyataanku itu, tiba-tiba pintu rumahku ada yang mengetuk. Dan dengan sangat terkejut aku melihat Dhika berdiri di depan rumahku, padahal hari sudah larut malam. Aku mempersilahkannya masuk ke dalam rumah.
Selalu seperti itu, aku selalu membisu didepan Dhika dan tak mampu mengungkapkan apapun. Dhika meminta kesempatan untuk bisa kembali lagi bersamaku. Akhirnya dengan lapang dada aku mencoba memberinya satu kesempatan lagi, dengan harapan besar aku ingin melihatnya berubah dan kembali menjadi Dhika yang aku kenal saat pertama kali kami bertemu.
Sekarang aku sudah memaafkan Dhika, aku harap semua yang dia ucapkan untuk meyakinkanku itu bukanlah hanya sekedar omong kosong saja. Lambat laun aku mencoba untuk melupakan hal buruk yang sempat terjadi antara kami berdua, dan akhirnya hubunganku dengan Dhika kembali normal.
Hanya satu harapanku kini, aku hanya ingin dengan kembalinya Dhika bersamaku, aku bisa mewujudkan cita-citaku yang dulu sempat pupus karena perpisahanku dengan Dhika. Aku ingin Dhika masih bersamaku saat nanti aku dan dia merayakan first anniversary  kami yang sudah tak lama lagi.
Pertengahan Januari Dhika meminta ijin padaku untuk touring bersama teman-temannya, dan tentu aku mengizinkannya, karena dia memang sudah biasa melakukan kegiatan itu bersama teman-temannya. Aku hanya berpesan agar dia tetap berhati-hati dijalan, agar tidak terjadi sesuatu yang tak diinginkan.
Tapi kehendak Tuhan berbeda, sesuatu telah terjadi pada Dhika. Temannya yang bernama Arifin memberiku kabar lewat pesan singkat bahwa Dhika mengalami kecelakaan. Sebenarnya aku sedikit ragu tentang informasi itu, karena dulu Dhika juga pernah mengirim sms yang isinya seperti itu, tapi ternyata dia hanya menipuku untuk membuatku panik. Tapi keraguanku hilang saat temannya itu meyakinkanku bahwa kecelakaan itu memang terjadi. Aku sangat panik dan khawatir dengan keadaan Dhika saat itu.
Keesokan harinya, teman Dhika yang juga temanku bernama Wildan menghubungiku dan memberitahuku bahwa didepan rumah Dhika terparkir mobil ambulance. Sebelumnya Wildan memang sudah mengetahui tentang kejadian itu.
Tapi siapa yang menyangka jika Dhika sampai separah itu dan harus diantar mobil ambulance. Disamping rumahnya pun terparkir motor Dhika yang sudah hancur. Aku tak bisa membayangkan bagaimana kecelakaan itu terjadi sampai kondisi Dhika begitu parah.
Wildan memberitahuku bahwa sekarang Dhika ada di rumah sakit. Dan Wildan mengajakku untuk menjenguk Dhika disana. Akhirnya pulang sekolah aku dan Wildan sepakat untuk bertemu dan menjenguk Dhika di rumah sakit.
Selama ini Dhika berpacaran denganku tanpa seizin orang tuanya, jadi terpaksa saat aku menjenguk Dhika aku harus berpura-pura tak saling mengenal dan aku berperan hanya sebagai teman Wildan yang mengantarnya menjenguk Dhika.
Sebenarnya aku tak mau melakukan itu semua, karena sejak dulu aku ingin sekali Dhika mengakuiku didepan orang tuanya sebagai pacar. Tapi selama ini Dhika benar-benar menyembunyikan hubungan kami dari orang tuanya, jadi aku tak berani mengatakan padanya bahwa sebenarnya aku sangat ingin dikenalkan kepada orang tuanya.
Setibanya di rumah sakit aku dan Wildan langsung menuju ke ruang inap Dhika. Sesampainya dikamar, Dhika tak sedikitpun melemparkan senyumnya untukku, jangankan untuk senyum, melirikku saja tidak. Benar-benar menyebalkan.
Tapi untunglah kondisi Dhika tak separah yang aku bayangkan, aku pikir perban akan melilit di sekujur tubuhnya, tapi ternyata tak ada sedikipun perban yang aku lihat. Aku duduk diseberang tempat tidur Dhika, tapi tak ada sedikitpun kesempatan untuk bisa berbincang-bincang dengannya, karena disampingku ada ibunya Dhika, dan disebelah Dhika ada kakaknya yang juga tak pernah memberikan izin pada adiknya untuk berpacaran. Aku hanya bisa berkomunikasi dengan Dhika lewat sms, padahal jarak kami berdua begitu dekat.
Aku tak tega melihat Dhika, orang yang begitu aku sayang terkapar lemas diatas tempat tidur. Aku ingin menjadi orang pertama yang membuatnya tersenyum, aku ingin selalu menjadi orang pertama yang Dhika lihat saat ia terbangun dari tidurnya, dan aku ingin menjadi orang yang selalu ada disamping Dhika saat dia tak berdaya, juga menjadi orang yang selalu bisa menjaga dan merawatnya. Tapi sepertinya Dhika tak pernah memberiku sedikitpun celah agar aku dapat melakukan semua itu.
Kaki Dhika tak bisa digerakkan, bahkan untuk memindahkan posisi kakinya saja ia harus menggunakan tangannya. Benar-benar tak sanggup melihat Dhika saat ia mencoba merubah posisi kakinya. Wajahnya menampakkan rasa sakit yang teramat sangat.
“Dhika sayang, aku hanya berharap kamu bisa cepat sembuh dan kita bisa menghabiskan waktu berdua tanpa harus saling diam seperti ini. Mudah-mudahan kamu diberi kesembuhan dan hikmah dari semua kejadian ini.” Harapku dalam hati.
Tertabrak mobil saat akan menyalip, terlempar, dan terserempet truk di tikungan tajam jalan. Huh, merinding mendengar cerita Dhika itu. Sampai-sampai jaket yang dipakainya hancur dan celana jeans yang terpaksa dibuka dengan cara digunting itu kini tak berbekas.
Untungnya saat itu banyak warga sekitar yang menolong Dhika dan membawanya ke tukang urut terdekat. Sekarang Dhika hanya bisa tertidur lemas tanpa mampu menggerakan kakinya. Bahkan ia harus rawat inap di rumah sakit selama hampir sebulan, dan dianjurkan istirahat di rumahnya sekitar tiga minggu sampai kakinya benar-benar pulih. Dan selama itu pula aku harus bersabar karena tak bisa bertemu dengan Dhika. Setiap hari aku selalu berdoa untuk kesembuhan Dhika pacarku.
Waktu istirahat Dhika di rumah selama tiga minggu itu sebenarnya belum usai, tapi dengan sangat tiba-tiba Dhika meminta agar hubungan kami cukup sampai disini, karena semua ini tak mungkin bisa dilanjutkan kembali.
Itulah sms yang Dhika kirim saat tanpa ia sadari bahwa hari itu adalah tepat kami sebulan kembali menjalin hubungan dan dua minggu menjelang first anniversary kami berdua. Aku tak habis pikir, sampai setega itu Dhika lakukan semua ini padaku, saat aku mengharapkan sesuatu yang besar darinya.
Apa dia sengaja menjatuhkanku saat aku menaruh harapan besar padanya ?. Kenapa harus orang yang paling aku sayang yang selalu membuatku sakit hati dan merasakan kekecewaan yang dalam ?.  Apa aku tak pantas untuk dicintai seseorang dengan tulus ?.
Dhika benar-benar telah menjatuhkanku. Bahkan dia melakukan itu untuk kedua kalinya. Aku coba tanya baik-baik padanya mengapa dia mengambil keputusan itu. Dan alasannya adalah karena orang tuanya mengetahui tentang hubungan kami.
Aku jadi ragu apakah selama ini Dhika benar-benar sayang padaku atau dia hanya bermaksud mempermainkanku selama ini. Kenapa dia tak berusaha meyakinkan orang tuanya agar hubungan kita tetap bertahan ?, kenapa dia menyerah begitu saja tanpa ada sedikitpun usaha yang dia lakukan ?.
Bahkan setelah Dhika pulih dari sakitnya pun, dia tak berusaha menemuiku, dia malah berlagak seakan semua baik-baik saja tanpa memikirkan bagaimana perasaanku yang ia terlantarkan begitu saja. Dhika, kenapa harus kamu yang membuatku merasakan sakit ini ?.
Setelah keputusan itu, aku tak pernah lagi berkomunikasi dengannya, sampai dua bulan kemudian aku mendengar bahwa Dhika telah memiliki pacar baru yang bernama Sally.
Secepat itukah Dhika melupakan semua rasa yang telah tercipta antara kami berdua selama ini ?. Bagiku, Dhika takkan pernah terganti. Dia adalah orang pertama yang membuatku merasakan manis pahitnya cinta. Walaupun berkali-kali Dhika menyakitiku, aku tak akan pernah melupakannya.
Semoga Dhika bisa bertahan lama dengan pacar barunya sekarang. Dan semoga suatu saat nanti aku bisa mendapatkan sosok lelaki yang jauh lebih baik darinya, yang tidak meninggalkan torehan luka dalam hatiku.
Aku harus bisa berfikir positif atas semua yang terjadi dalam hidupku. Aku percaya, Tuhan sedang merencanakan sesuatu yang indah untuk cerita hidupku nanti. Dan aku percaya, bahwa disetiap peristiwa yang terjadi tentu akan ada hikmah yang tersembunyi. Mungkin ini memang jalan terbaik untukku dan Dhika. Semoga tak ada lagi perempuan yang sakit hati karena cinta. Cukup aku yang merasakan semua itu. Dan semoga Dhika selalu bahagia bersama Sally.
Dan sekarang Fadhil pun telah menemukan sosok seorang perempuan yang mungkin memang terbaik untuknya, Rima. Walaupun ada sedikit rasa cemburu saat mendengar kabar tersebut dan merasa kalau hukum karma menghampiriku, aku tetap bahagia. Kini semua orang yang aku sayang telah bahagia dengan pasangannya masing-masing. Begitu juga dengan sahabat-sahabatku yang juga bahagia dengan pacarnya masing-masing.


                                                                                                                         03 Mei 2010

my story

                                           ternyata

        Rara, Itulah panggilan akrabku sehari-hari. Teman-temanku biasa memanggilku begitu. Di sekolah aku mempunyai empat sahabat yang sangat aku sayangi. Dia adalah Rena, Sarah, Kia dan Dina. Aku selalu bersama di sekolah, terlebih lagi kita ada dalam satu kelas yang sama. Hari demi hari selalu kita lewati bersama, walaupun terkadang kesalahpahaman selalu terjadi antara kita. Suka duka pun kita lewati bersama dan disinilah aku merasakan kehangatan dan kasih sayang dari sahabatku.
            Suatu hari Rena, sahabatku mengenalkanku pada teman dirumahnya yang bernama Dhika. Dia adalah teman baik Rena di komplek rumahnya.
            “Ra, ada temanku yang ingin berkenalan denganmu.” Ucap Rena
            “Siapa ?.” Tanyaku
            “Dia temanku dirumah, namanya Dhika. Dia ingin berkenalan denganmu.” Jelas Rena
            “Dari mana dia mengenalku ?, kenapa dia bisa tahu tentang aku ?.” Tanyaku penasaran
            “Dia melihat fotomu di handphoneku Ra, dan sepertinya dia tertarik padamu ?!. Dia meminta nomor telefonmu Ra, boleh aku memberikannya ?.” Tanyanya padaku
            “Boleh saja, asal dia bukan orang yang suka macam-macam.”
            “Oke kalau begitu.” Ucap Rena
            Akhirnya Rena pun memberikan nomor telefonku pada temannya, Dhika. Aku pikir, tidak ada salahnya mencoba membuka hatiku untuk orang lain. Tidak ada gunanya juga mengharapkan sesuatu yang tak mungkin kita dapatkan.
            Beberapa hari kemudian, Dhika baru menghubungiku, dan dari situlah kita mulai mengenal satu sama lain. Lucunya, aku baru tahu kalau Dhika adalah kakak kelasku juga yang baru lulus tahun lalu. Anehnya, aku tak pernah sekalipun melihatnya di sekolah.
            Hampir setiap hari kita menyempatkan diri untuk selalu berkomunikasi melalui pesan singkat. Aku sangat senang bisa mengenalnya. Dia adalah seorang yang pengertian dan dewasa. Dhika begitu perhatian padaku, aku begitu nyaman bisa dekat dengannya, walaupun saat itu aku belum pernah sekalipun bertemu dengannya.
            Sampai suatu hari, Rena mengajakku untuk mengerjakan tugas bersama dirumahnya. Tanpa aku duga, ternyata Rena telah merencanakan sesuatu untuk mempertemukanku dengan Dhika. Pada saat itu pula, Dhika datang dan menghampiri tempat kami berkumpul.
            “Hai.” Sapanya pada kami berdua
Dengan semangat Rena mengenalkan Dhika padaku.
            “Ra, ini dia temanku yang bernama Dhika.” Jelas Rena
            “Hai Ka.” Ucapku malu-malu
            Dari situ kita mulai bisa berkomunikasi langsung dan sempat juga Dhika melemparkan candanya padaku. Saat itu, Rena tiba-tiba meninggalkanku berdua begitu saja dengan Dhika. Walaupun terasa masih canggung dan malu-malu, aku mencoba untuk tetap bersikap baik padanya. Dia sangat manis dengan semua candanya itu. Ini adalah kali pertama aku bertemu Dhika secara langsung.
            Sejak saat itu, hubungan kami semakin dekat dan kami lebih terbuka lagi dari sebelumnya. Dan rasa canggungku saat itu mulai hilang secara perlahan. Beberapa minggu setelah itu, Dhika mengajakku bertemu kembali bersama teman-teman dirumahnya yang juga teman baik Rena sahabatku. Mereka adalah teman yang asyik diajak bermain. Disana, Dhika tiba-tiba mengajakku bicara berdua dan terpisah dengan teman-temannya. Kita sempat terdiam satu sama lain, tetapi tak lama dari situ, Dhika tiba-tiba mengungkapkan sesuatu yang membuatku terkejut.
            “Iya.”
Hanya satu kata itulah yang dapat aku ucapkan saat Dhika, teman baruku itu menanyakan suatu hal padaku.
            “Sebenarnya dari dulu aku udah sayang kamu, kamu mau buka hati kamu buat aku ?.” aku hanya bisa tersipu malu sambil mengatakan jawaban itu.
            Dhika terlihat begitu sumringah. Sambil memegang kedua tanganku, ia kegirangan sendiri seperti orang yang mendapatkan juara pertama dalam sebuah lomba. Duduk berdua dibawah pohon rindang di sore hari, bersama teman lelaki yang baru aku kenal selama dua bulan adalah hal baru bagiku. Hari itu takkan pernah aku lupakan. Walaupun terhitung cepat, entah kenapa aku begitu yakin bahwa Dhika adalah orang yang bisa mengerti hatiku dan membuatku lepas dari rasa menyesal yang terus menghantui pikiranku selama ini.
Dulu seseorang begitu menyayangiku, tapi aku tak pernah sekalipun meresponnya sampai suatu hari saat ia pergi, aku baru menyadari kalau aku pun menyayanginya. Hanya rasa sesal yang tersisa saat itu, sampai aku begitu menutup hatiku untuk orang lain. Karena aku telah berjanji pada diriku sendiri, aku tak boleh jatuh cinta pada orang lain sebelum Putra, orang di masalalu ku itu memaafkanku. Tapi, kehadiran Dhika membuatku berubah pikiran. Karena dialah orang pertama yang membuatku mengingkari janjiku sendiri.
            “Akhirnya aku bisa juga bangkit dari masalalu ku setelah selama empat tahun ini aku terpuruk dalam cinta yang tak pernah tersampaikan.” Pikirku dalam hati
            Hari itu adalah hari yang paling bersejarah dalam hidupku, dan aku takkan pernah melupakan semua yang terjadi pada hari itu. Ini adalah pertama kalinya aku mempunyai seorang pacar. Benar-benar tak pernah terbayangkan sebelumnya olehku. Hari-hariku berubah total dan aku merasa hidupku lebih berwarna dari sebelumnya. Kebahagiaanku bertambah saat orang tuaku untuk pertama kalinya memberikan izin padaku.
            “Boleh yah Bu, aku janji takkan macam-macam. Aku juga menerimanya karena aku pikir dia bisa memberi semangat dalam belajarku, aku menjadikan ini semua sebagai motivasi belajarku. Aku janji takkan menyalahgunakan kesempatan ini untuk macam-macam.” Rayuku pada ibu untuk meyakinkannya bahwa aku bisa menjaga diriku dan memilih baik buruknya sesuatu.
“Ya sudah, Ibu izinkan kamu. Tapi janji, jangan lupa diri dan lupa waktu. Dan ingat, prestasimu disekolah harus meningkat. Dengan itu Ibu baru bisa percaya dengan keputusanmu.” Jawab Ibuku
            “Baik !. Aku janji.” Jawabku dengan gembira
            Bahagia. Hanya satu kata itulah yang dapat aku ungkapkan saat itu. Akhirnya aku merasakan bagaimana rasanya memiliki seseorang yang selalu ada saat kita membutuhkan dan selalu bisa mengembalikan senyumku saat senyumku hilang. Seseorang yang selalu mengisi hatiku. Hari-hariku kini begitu berbeda, Dhika begitu perhatian padaku. Walaupun aku merasa dia sedikit mengekangku selama ini. Tapi biarlah, yang penting dia ada untukku.
            Beberapa bulan kami berdua menjalin sebuah hubungan yang baik. Tapi entah kenapa tiba-tiba aku mulai merasakan ada sesuatu yang berbeda yang ditunjukkan Dhika dari biasanya. Entah kenapa, makin hari dia semakin sibuk dengan kegiatannya sendiri. Dia selalu menunjukkan bahwa dirinya adalah orang sibuk yang selalu dipadati dengan pekerjaan sekolahnya.
Semua itu terus berlanjut, bahkan semakin hari Dhika semakin jarang menghubungiku. Sampai puncaknya,dia tak pernah menghubungiku sama sekali. Aku coba menghubunginya terlebih dulu, namun tak pernah ia respon. Dhika yang sekarang adalah kebalikan dari Dhika yang dulu. Dia sangat berbeda dari sebelumnya. Aku selalu mencoba sabar dan selalu berfikir positif kalau dia memang benar-benar sibuk.
            “Mungkin memang tugas sekolahnya sedang menumpuk, jadi dia tak ada waktu untukku. Biar sajalah, mungkin nanti dia akan menghubungiku kembali, aku takut mengganggu pekerjaannya.” Pikirku untuk meyakinkan hatiku sendiri
            Namun setelah aku tunggu beberapa hari, Dhika tak kunjung menghubungiku. Akhirnya aku coba kembali untuk menghubunginya. Dalam pesan singkat dia hanya mengatakan,
            “Maaf ya Ra, untuk seminggu ini aku tak bisa menghubungi kamu, ada sesuatu yang harus aku kerjakan.” Jelasnya
            Aku pun mengalah dan mencoba untuk tetap bersabar. Namun aku hanya manusia biasa yang tak bisa untuk selalu sabar. Entah kenapa aku terpikir untuk mengakhiri ini semua. Aku tak bisa jika semuanya harus berjalan seperti ini. Selalu kepentingan pribadinya yang ia prioritaskan, tanpa memikirkan perasaan orang lain. Ternyata dia adalah orang yang egois. Aku bicarakan semuanya pada Rena, dan Rena membantuku meminta penjelasan pada Dhika. Tapi dengan lantang Dhika malah menuduh Rena sebagai orang yang selalu ikut campur dalam urusan orang lain. Aku tak menyangka Dhika bisa sampai sekasar itu.
            Sampai suatu hari, teman Dhika mengatakan kalau sebenarnya selama ini Dhika memiliki hubungan khusus dengan mantannya, Dinda. Begitu tersayat hatiku mendengarnya, aku disini menunggunya, tapi dia malah asyik dengan mantannya itu.
            Aku menjadi sangat down saat itu, tapi untungnya keempat sahabatku selalu bisa menghiburku. Walaupun sebenarnya setiap hari hanya menangis yang bisa aku lakukan. Sampai akhirnya aku benar-benar memutuskan untuk mengakhiri semuanya lewat pesan singkat, dan anehnya Dhika membalas pesan dariku, tidak seperti biasanya. Dhika ternyata menerima keputusanku itu. Sungguh sebuah kenyataan yang sulit aku terima. Karena sebenarnya aku melalukan itu untuk mengetahui bagaimana responnya, tapi ternyata dia setuju dengan keputusanku itu.
            Mungkin ini pelajaran untukku agar lebih dewasa dan berpikir panjang dalam memutuskan sesuatu. Kita memang harus selalu berpikir positif dalam menghadapi masalah. Aku yakin pasti ada hikmah disetiap kejadian yang ada. Awalnya mungkin memang berat menghadapi semua ini, sampai-sampai membuatku terlihat berbeda di depan teman-temanku. Aku lebih pendiam, dan lebih sering termenung. Aku pikir Dhika benar-benar seperti yang aku inginkan selama ini, tapi ternyata tidak semua yang kita inginkan bisa kita dapatkan, dan tidak selamanya yang kita punya bisa selamanya kita miliki.
Setelah aku pikir-pikir, tak ada gunanya terus menerus tenggelam dalam kesedihan. Dhika pernah bilang, waktu itu berputar dan segala sesuatu atau keadaan bisa berubah karena waktu. Mungkin itu sudah benar-benar meyakinkanku bahwa bagi Dhika, sayang itu bisa hilang seiring waktu berjalan.
            “Terkadang kita harus bisa merelakan orang yang kita sayang untuk pergi dari samping kita, walaupun sesungguhnya kita tak ingin melakukan itu. Karena kita sadar, dia ada bukan untuk kita dan dia akan lebih bahagia tanpa kehadiran kita disampingnya. Kita tak dapat memaksakan perasaan seseorang untuk selalu menyayangi kita, karena dia pun tak dapat terus membohongi perasaannya bahwa dia tak lagi menyayangi kita. Cinta tak harus memiliki.” Renungku
            Aku sadar, Dhika bahagia bukan karenaku, melainkan karena orang dimasalalunya itu. Aku rela jika itu membuatnya bahagia, meskipun aku harus menahan perih ini sendirian. Tapi kenapa setiap aku dengan tulus menyayangi seseorang, orang itu selalu menjatuhkanku. Dia hilang saat aku membutuhkannya. Dan ternyata untuk kedua kalinya Dhika membuatku merasakan luka itu. Bahkan lebih dalam dari sebelumnya. Sekarang, hanya rasa kecewa dan sakit hati yang tersisa.
12 Maret 2010